Stoikisme, Cara Berbahagia Tanpa Validasi


Kamu pasti pernah bahagia kan? Sini coba ceritain, apa aja sih yang bikin kamu bahagia? Gini deh, menurut kamu bahagia itu apa? atau akhir-akhir ini kamu jarang bahagia? "Hidup hanya kumpulan kesedihan yang diselingi kebahagiaan" kalo kata Ferry Irwandi. Di salah satu videonya, youtuber ini jelasin kenapa sih kebahagiaan itu cepat pergi dan cara bahagia tanpa validasi orang lain melalui Stoikisme.

Stoikisme Itu Apa Sih?

Saya pertama kali dengar istilah Stoikisme setelah baca buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring (walaupun belum habis karena saya bacanya di Ipusnas, jadi harus ngantri.. hehe...). Stoikisme atau Filsafat Stoa (yang artinya teras) merupakan salah satu aliran filsafat Yunani dalam bidang etika yang didirikan oleh Zeno dari Citium. 

Salah satu ajarannya yang paling mencolok adalah soal cara manusia memandang hidupnya dengan menerima keadaannya, atau jika dikomparasikan dalam ajaran Islam, bisa disebut tawakal. Tentu bukan maksudnya "pasrah" dalam arti negatif atau lebih dekat dengan pesimisme. 

Salah satu yang menarik dari Stoikisme adalah para tokohnya yang berasal dari latar belakang yang beragam, misalnya Zeno, pendiri Stoikisme adalah seorang pedagang, Epictetus seorang budak, dan ada juga seorang kaisar, yaitu Marcus Aurelius.

Stoikisme Menurut Ferry Irwandi


Kamu udah tahu Ferry Irwandi kan? Kalo belum tahu langsung tonton aja deh video-videonya di Youtube, dijamin bakal ketagihan... hehe... atau kamu bisa tonton di podcast Deddy Corbuzier, dia bahas soal stoikisme juga di sana. Saya udah ngikutin Bang Ferry cukup lama sejak subscriber-nya masih di bawah 100.000 (nanti-nanti lah kita cerita panjang soal ini). Saya makin tertarik lagi setelah dia upload video di atas, udah keliatan sih emang kalo dia stoik.  

Kalo menurut Bang Ferry, Stoikisme itu cara kita buat mengontrol emosi negatif dan melipatgandakan rasa syukur dan kebahagiaan yang kita rasakan. Di video itu juga, dia menjelaskan soal dikotomi kendali. Nah, ini juga salah satu konsep Stoikisme yang saya suka. Dikotomi kendali itu kayak cara kita membedakan hal-hal yang bisa kita kontrol (internal) dan ada sesuatu yang gak bisa kita kontrol (eksternal).

Dikotomi Kendali

1. Dimensi Internal

Dimensi internal atau sesuatu yang bisa kita kendali secara penuh ini kayak kehendak kita, etos kerja, profesionalisme, komitemen kita pada sesuatu, suara dan aksi kita. Semua hal itu bisa kita kendalikan karena memang ada dalam diri kita. Misalnya ketika kita ingin ikut lomba, yang bisa kita kendalikan adalah mempersiapkan yang terbaik, belajar atau buat perencanaan. Soal gimana nanti hasilnya, nah itu masuk ke dimensi eksternal.

2. Dimensi Eksternal 

Dimensi eksternal ini adalah faktor di luar diri kita yang gak bisa kita kendalikan, seperti tanggapan orang lain, penilaian mereka, peristiwa yang buruk, risiko yang berdampak dan lain-lain. Nah, masalahnya kebanyakan orang menaruh faktor kebahagiannya di dimensi eksternal ini, apalagi di era media sosial seperti sekarang ini. 

Bang Ferry di video itu kasi contoh, misalnya kita mau buat film pendek atau video, nah yang bisa kita kendalikan itu komitemen kita dalam membuat video, buat storyboard, terus totalitas buat ngerekam dan ngedit. Setelah jadi dan upload ke Youtube misalnya, tanggapan orang lain dan komentar orang lain itu udah di luar kendali kita. Kalo kita naruh kebahagiaan di dimensi eksternal, kita bakal bahagia kalo respon orang lain positif ke video kita, kalo sebaliknya? Nah, inilah gunanya kita taruh kebahagiaan di dimensi internal, kita puas dan bahagia kalo video itu udah sesuai dengan apa yang kita rencanain di awal. Kalo ada respon positif, itu cuma jadi bonus buat kita.

Bahagia Tanpa Validasi Ala Stoikisme



Setelah tahu konsep dikotomi kendali, gimana menurut kamu? Kalo menurut saya, bukan berarti juga kita sama sekali gak mendengarkan orang lain dan hanya peduli sama diri kita, kalo emang komentar orang lain bisa menjadi insight yang bermanfaat, kenapa gak kita ambil? Intinya, perlu dilatih dulu gimana cara memfilternya, dan lebih fokus aja ke apa yang jadi tujuan awal kita dan menaruh faktor kebahagiaan pada diri sendiri, bukan ke orang lain.

Stoikisme membantu gue dalam mengenali apa itu kebahagiaan, ternyata kebahagiaan datang bukan dari seberapa tinggi sebuah pencapaian namun dari seberapa rasional sebuah harapan. Kunci dari stoikisme adalah realitas dan ekspetasi.  -Ferry Irwandi  

Kalo perihal ekspektasi, Stoikisme punya cara agar kita terhindar dari kekecewaan berlebih. Ketika kita melakukan sesuatu, ya lakuin aja yang terbaik, soal hasilnya kita pikirin juga kemungkinan terburuknya gimana, gak cuma mikirin kemungkinan terbaiknya. Ketika kita dapat kemungkinan terburuk, kita gak terlalu kecewa, dan ketika dapat kemungkinan terbaik, kita juga jangan terlalu senang, cukup dengan mengucap Alhamdulillah dan bersyukur aja, karena kita udah berusaha melakukan yang terbaik.

Banyak hal lain juga sih yang disampaikan Bang Ferry di video itu, saya gak bisa jabarin secara detail di sini, karena memang baru belajar juga soal ini dan masih belum tahu banyak. Soal praktik, saya juga masih berusaha buat praktikkin walaupun belum bisa sepenuhnya. Di channel lain juga Bang Ferry sering bahas soal stoik setelah lumayan banyak yang nonton videonya di youtube Om Deddy, kayak di youtube Bang Raditya Dika sama Podcast Habib Ja'far.

Kalo penasaran soal stoik dan pengen tahu lebih banyak, bisa nonton video-video itu ya. Kalo kamu yang suka baca bisa langsung beli buku Filosofi Teras. Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat ya bagi kamu yang lagi nyari kebahagiaan... hee...  

Posting Komentar

22 Komentar

  1. Artikel yang bermanfaat bikin pembaca mikir dan jadi pinter. Btw baru ini denger istilah stoikisme. Yah jika ingin bahagia kita harus menerapkan Stoikisme ini. Sukses terus untuk blognya, ditunggu tulisan-tulisan selanjutnya🤗

    BalasHapus
  2. menarik banger artikelnya, baru tahu ada istilah Stoikisme :D

    BalasHapus
  3. Referensi menarik buat orang-orang yang lgi stuck sama hidup, capek sama penilaian dan ekspektasi orang lain

    BalasHapus
  4. Bagus ini artikle nya.. Baru tahu ada stoikisme.. Bahagia tergantung seberapa rasionalisasi harapan sesuai realisasi dan ekpektasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Moga bisa tahu lebih banyak lagi soal stoikisme mbak

      Hapus
  5. waaah saya juga ngantri lama untuk bisa baca Filosofi Teras di Ipusnas. sampe sekarang belom berhasil sih. dari sini saya jadi tau stoikisme ini. bermanfaat banget buat saya. makasih

    BalasHapus
  6. membahas stoikisme memang asik mas :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak ada habisnya emang, apalagi kalo bisa diterapin mas

      Hapus
  7. Wah, baru tahu istilah stoikisme dan si abang Ferrynya *mainku kurang jauh,huhu 🤭
    Makasih infonya. Keren!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang Youtuber underrated sih, baru kemarin2 mulai naik mbak

      Hapus
  8. Otw kepoin yutupnya bang Ferry.. Terima kasih informasinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Langsung mbak biar bisa jadi bagian warga sipil

      Hapus
  9. Review yg sangat bagus dan cukup kay. Kadang kala, yg salah dipahami dari stoikisme adalah hanya mengejar kebahagiaan. Padahal, lebih pada bagaimana manajemen emosi. Yg paling saya suka dari stoic, adl pandangan yg membawa pada bagaimana akhirnya kita mampu berdampingan dg alam. Pandangan ekosentris di tengah maraknya pandangan antroposen.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah menarik banget komentarnya mbak, kemarin juga sempat diskusi sama teman-teman soal antroposentris dan ekosentris ini

      Hapus
  10. meski berat bahasannya (buat saya), tapi berguna banget buat pengetahuan, Saya dipinjami buku Filosofi Teras ma ponakan, tapi belum sempet baca. Liat postingan ini, jadi tertarik pen baca deh,, ehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe moga bisa lebih banyak dapet insight setelah baca bukunya mbak

      Hapus
  11. Semoga bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari ua. Saya baca Filosofi Teras kok malah pening ya, hehehe

    BalasHapus

Silakan, semua masukan dan kritikan sangat berarti bagi penulis